PEMBERDAYAAN SUMBER DAYA MANUSIA


Pemberdayaan Sumber Daya Manusia (Empowering of Human resources atau Empowering Resources ) merupakan suatu aspek manajemen yang sangat penting, kunci dan strategis, karena dimana Sumber Daya Manusia harus mampu berperan untuk menterjemahkan daya terhadap sumber-sumber lainnya pada suatu tatanan manajemen yang menjadi tujuan Organisasi. Bila manusia tidak dapat memfungsikan daya untuk kemajuan organisasi, maka dapat dipastikan manajemen organisasi akan tidak efisien, tidak efektif dan tidak ekanomis. 

Bila kita memehami pengertian Sumber Daya Manusia (SDM) sebaiknya kita awali dari kata kuncinya yaitu,”Daya” yang artinya Energy. daya dalam konteks SDM adalah daya yang bersumber dari manusia berupa tenaga atau kekuatan yang ada pada diri manusia itu sendiri yang digambarkan memiliki/mempunyai kemampuan (competency) untuk membangun dalam pengertian mampu berkreasi, produktif, inofasi atau maju-positif dalam konsep untuk memajukan Misi Organisasi. 

Membangun berarti melakukan kegiatan pembangunan, adalah suatu proses kegiatan yang sistematis, terencana, terpadu dan berkelanjutan untuk tercapainya sasaran dan tujuan yang lebih baik dibandingkan dengan keadaan sebelumnya, baik bagi diri manusia itu sendiri, bagi institusinya dimana ia berkarya, maupun bagi masyarakat lingkungan dimana manusia itu berdomisili mengaktifkan dayanya. Mampu membangun tentu fungsi daya dapat berperan, adanya kemauan untuk berkreasi, mampu berpruduksi, profesional dan bertanggung jawab. 

Dari pengertian SDM ini dapat memberikan suatu pemahaman bahwa tidak semua manusia dapat disebut sebagai SDM, karena manusia yang tidak memeliki/mempunyai ”Daya” dalam arti Competency, maka itu tidak layak disebut sebagai SDM. 

Perlunya Pemberdayaan 

Sebagaimana diketahui bahwa sumber dari sumber-sumber (resources) yang ada dalam manajemen, keberadaan SDM dalam manajemen sungguh sangat strategis bahkan merupakan kunci untuk keberhasilan manajemen dalam rangka pelaksanaan berbagai aktivitas untuk mencapai tujuan sebagaimana ditetapkan. Hal ini dapat dimaklumi karena betapapun ketersediaan dan kelengkapan sumber-sumber lainnya hanya dapat bermanfaat, apabila sumber-sumber tersebut diberdayakan oleh Sumber Daya Manusia yang tepat dan handal. Oleh karena itu tidak mustahil bahwa usaha pencapaian tujuan organisasi menjadi tidak efisien dan tidak efektif karena daya dalam Sumber Daya Manusia tidak menunjukkan dan tidak menggambarkan sebagaimana diharapkan. Artinya daya yang bersumber dari manusia berupa tenaga atau kekuatan yang ada pada diri manusia itu sendiri tidak mampu memberdayakan sumber-sumber lainnya (Non Human Resources) sehingga tidak memberi manfaat/hasil dalam suatu organisasi. Berkaitan dengan hal tersebut, maka tujuan Pemberdayaan SDM adalah terwujudnya SDM yang mempunyai/memiliki kemampuan (competency) yang kondusif, adanya wewenang (authority) yang jelas dan dipercayai serta adanya tanggungjawab (responsibility) yang akuntabel dalam rangka pelaksanaan misi organisasi. 

Manfaat Pemberdayaan 

Sumber Daya Manusia yang tidak ber”daya” adalah sama halnya dengan tidak adanya sumber daya manusia pada organisasi tersebut,atau juga dapat dikatakan organisasi tidak akan dapat berdaya, walaupun sumber-sumber lainnya tersedia seperti: uang, peralatan dan perlengkapan, metode mesin dan pasar. Disamping itu tidak berlebihan apabila dikatakan, apakah artinya peralatan dan perlengkapan serba modern dan lengkap, tetapi sumber daya manusianya tidak mempunyai atau memiliki kemampuan untuk memberdayakannya atau mengoperasionalkannya. Dari pernyataan tersebut di atas, menunjukkan betapa pentingnya pemberdayaan sumber daya manusia dalam suatu organisasi, karena 

melalui “daya” yang melekat pada sumber daya manusia itu sendiri akan dapat memanfaatkan berbagai sumber-sumber (resources) yang terdapat dalam organisasi dan berbagai aktivitas-aktivitas yang ditetapkan akan dapat digerakkan dalam rangka mencapai tujuan dan sasaran sebagaimana diharapkan. Mengingat betapa pentingnya pemberdayaan sumber daya manusia, karena manfaatnya terhadap berbagai sumber-sumber lainnya dan mensinergikan setiap proses kegiatan organisasi, maka keberadaannya berperan antara lain: 

1. Sebagai alat manajemen (tool of management) dalam rangka memberdayakan berbagai sumber-sumber (resources) untukvpencapaian tujuan yang telah ditetapkan; 
2. Sebagai pembaharu manajemen (changes management), dalam rangka meningkatkan kinerja organisasi; 
3. Sebagai inisiator terhadap organisasi dalam rangka memanfaatkan peluang guna meningkatkan dan mengembangkan organisasi; 
4. Sebagai mediator terhadap pihak-pihak lain dalam rangka meningkatkan kinerja organisasi; 
5. Sebagai pemikir (think-thank) dalam rangka pengembangan organisasi (Organizational Development). 

Hambatan Pemberdayaan 
1. Kurangnya pemahaman atau komitmen yang sungguh-sungguh 
Walaupun sebagian besar pemegang kendali, termasuk penyusun kebijakan, dapat mendukung dasar-dasar Pemberdayaan Sumber Daya Manusia dan memiliki pemahaman yang umum tentang persyaratannya, namun pembuat keputusan dapat kembali ke pendekatan top-down. Hal ini bisa terjadi karena kurang memahami bagaimana memberdayakan SDM, atau sudah memahami tetapi pada saat dimana terasa ada krisis dan/atau tekanan sulit dilakukan. 

2. Hambatan perilaku 
"Pegawai Negeri" vs "Pelayan Masyarakat": Sebagian besar orang masih cenderung menganggap bahwa pegawai negeri - sesuai dengan namanya - dipekerjakan dan digaji oleh pemerintah. Walhasil, implikasi persepsi semacam ini adalah para pegawai negeri harus lebih mengutamakan kepentingan "pemerintah" jika diperhadapkan dengan kepentingan SDM. Padahal SDM lah klien sejati mereka. Belum ada suatu pengakuan bahwa gaji "pegawai negeri" berasal dari pajak yang dibayar masyarakat dan hasil pengolahan sumber daya yang merupakan milik SDM. Terlebih lagi kesadaran bahwa fungsi pertama dan utama pegawai negeri adalah sebagai "pelayan masyarakat". 

3. Hambatan Kebijakan Keuangan 
Kekakuan sistem penganggaran proyek serta sistem pengawasan keuangan negara yang sangat kurang fleksibilitasnya dan lebih berfokus pada aspek administrasi dan pencapaian target fisik semata tanpa melihat proses yang terjadi. Selain itu pula, kelompok masyarakat kurang mengontrol penggunaan dana-dana pusat (DIP sektoral) dan dana transfer (seperti Inpres). Mungkin tidak cukup dukungan keuangan bagi Pemberdayaan Masyarakat dari sumber-sumber daya lokal, baik disebabkan oleh rendahnya tingkat pemungutan pajak, rendahnya tingkat pengendalian 'dana hibah' dari pusat atau rendahnya tingkat komitmen pemerintah daerah untuk mengalokasikan sumber daya pemerintah setempat bagi usaha Pemberdayaan Masyarakat. Sumberdaya masyarakat sendiri dapat digerakkan sampai ke tingkat tertentu tapi nampaknya akan membuktikan rendahnya kualitas penanganan input dan dukungan. 

4. Jangka waktu yang dibutuhkan bagi perubahan di tingkat yang lebih tinggi 
Ada kecenderungan dari program-program Pemberdayaan SDM untuk melupakan bahwa perubahan-perubahan di tingkat lokal itu jauh lebih mudah diperkenalkan, dan bahwa resistensi(penolakan) di tingkat yang lebih tinggi akan lebih besar sampai tingkat pemahaman dan komitmen yang tulus untuk berubah dapat diperkenalkan kepada penyusun kebijakan. 

5. Diversifikasi budaya, ekonomi, geografis dan suku bangsa 
Ada keprihatinan bahwa kebijakan yang dikembangkan untuk mendukung Pemberdayaan SDM tidak akan cukup fleksibel untuk mengakomodasi kondisi geografis, tingkat ekonomi dan budaya yang berbeda-beda. Harus diperhatikan bahwa kebijakan yang memungkinkan, tetapi tidak menghalangi proses adaptasi yang dibutuhkan untuk memastikan strategi Pemberdayaan SDM yang tepat, diteruskan di tingkat lokal. 

6. Struktur, Fungsi dan Perilaku Pelayanan Umum 
Sistem perencanaan dan kepemimpinan pembangunan yang terpusat selama tiga puluh dua tahun, telah melahirkan tenaga pelayanan umum tingkat lapangan yang terbiasa mengikuti instruksi dari pusat. Akibatnya mereka tidak terlatih untuk mengembangkan, melaksanakan, mengevaluasi serta merubah suatu proyek di tingkat daerah. Inovasi dan pengambilan keputusan oleh staf tingkat lapangan tidak pernah dihargai; sehingga mereka mengalami kesulitan berperan sebagai fasilitator dalam kelompok SDM, yang kemudian mempromosikan dan mempertahankan kegiatan-kegiatan yang dihasilkan. 

7. Kurangnya Data Monitoring dan Evaluasi yang bermutu 
Kualitas yang kurang baik dari umpan balik dan/atau arus informasi manajemen dari tingkat yang lebih rendah ke tingkat yang lebih tinggi sering ditemui. Mungkin ada keraguan dari lembaga-lembaga lokal untuk berbagi informasi tentang kelemahan program-program Pemberdayaan SDM. Secara khusus mereka merasa bahwa informasi dapat digunakan untuk mengendalikan proses, bukan memfasilitasi dan mengembangkan dukungan kebijakan yang tepat. Hal ini dapat membawa ke situasi dimana kebijakan dan peraturan yang mendukung sulit atau tidak mungkin dikembangkan karena pendekatan-pendekatan yang berhasil belum dievaluasi dan pelajaran yang dipetik tidak dikomunikasikan kepada tingkat 

penyusun kebijakan dan pembuat keputusan. Dibutuhkan perubahan besar pada fokus dari program Monitoring dan Evaluasi untuk memastikan diletakkannya penekanan yang lebih banyak pada dinamika Pemberdayaaan SDM dan lebih sedikit pada sasaran produksi. 

8. Indikator yang tidak tepat 
Orientasi Pemberdayaan SDM selama ini selalu diukur dalam bentuk fisik, komoditas, dan diukur dari sisi input dan kwalitatif, daripada non-fisik dengan ukuran keberhasilan dari dampak dan proses. 
Kebanyakan program Pengembangan SDM berorientasi fisik dan komoditas. Indikator keberhasilan diukur dari realisasi input berdasarkan kwantitas daripada orientasi non-fisik dengan ukuran dampak dan proses. 

9. Sistem administrasi yang terlalu birokratis 
Adanya berbagai peraturan hukum yang mengatur mengenai Program Pengembangan SDM yang kaku yang didasarkan pada Surat Keputusan (SK), Petunjuk Pelaksanaan ( Juklak), Petunjuk Teknis (Juknis) juga sistem penganggaran. Hal ini menyebabkan sulitnya petugas lapang berhadapan dengan kenyataan yang membutuhkan fleksibilitas. Akibatnya, tujuan PM (pemberdayaan atau pengembangan SDM) sulit dicapai karena orientasi petugas lebih kepada mengikuti peraturan daripada menjawab kebutuhan di lapangan. 

10. Kurangnya koordinasi program/proyek pada tingkat internal atau antar sektor 
Program/proyek lain (pada instansi yang sama atau instansi yang berbeda) sering menggunakan pendekatan yang bertentangan dengan pendekatan Pemberdayaan SDM, sehingga bisa mempengaruhi proses implementasi Pemberdayaan SDM di tingkat masyarakat atau lembaga sendiri. 

Manajer dan Pemberdayaan 
Pemberdayaan karyawan adalah pemberian wewenang kepada karyawan untuk merencanakan, mengendalikan, dan membuat keputusan tentang pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya, tanpa harus mendapatkan otorisasi secara eksplisit dari manajer di atasnya. Jika di dalam pendelegasian wewenang dan kekuasaan diberikan oleh manajemen puncak kepada para manajer di bawahnya (bukan kepada karyawan). Dalam pemberdayaan karyawan, kekuasaan digali dari dalam diri setiap karyawan melalui proses pemberdayaan karyawan (employee empowerment). Pemberian wewenang oleh manajemen kepada karyawan dilandasi oleh keberdayaan karyawan yang dihasilkan dari proses pemberdayaan yang dilaksanakan oleh manajemen terhadap karyawan. 

Oleh karena pemberdayaan karyawan dilaksanakan dengan menggali potensi yang terdapat di dalam diri karyawan, maka pemberdayaan berarti pengembangan kekuasaan, bukan sekadar pendistribusian kekuasaan yang telah ada dan yang telah dimiliki oleh manajemen. Dengan kata lain, pemberdayaan karyawan memberikan keleluasaan kepada karyawan untuk melakukan perencanaan dan pengambilan keputusan atas pekerjaan yang menjadi tanggung jawab mereka. Sedangkan pendelegasian wewenang memberikan kekuasaan yang telah dimiliki oleh manajemen tingkat atas untuk didistribusikan ke manajemen di bawahnya. 

Pemberdayaan pada dasarnya merupakan pelepasan atau pembebasan, bukan pengendalian energi manusia sebagaimana yang dilaksanakan dalam pendelegasian wewenang. 

Membuat Orang Merasa Diberdayakan 
Memberdayakan orang lain bukan hanya akan menyelesaikan banyak hal, tetapi juga memancarkan sikap positif dalam kelompok. Ketika semua orang merasa memiliki kendali dan merasa punya andil dan bagian, akan ada banyak hal yang terselesaikan, dan hasil yang muncul juga akan lebih baik. Siapa pun yang ingin 

anda berdayakan, baik karyawan, anak-anak, atau sekelompok orang, sikap positif, percaya diri, dan kesempatan harus Anda munculkan dari upaya anda. 
1. Kenali mereka. Menilai orang lain dan mencari alasan untuk tidak memberdayakan mereka adalah hal yang mudah. Kenali keahlian dan kualifikasi mereka. Tinjau kembali CV, dan cari tahu kelebihan dan kemampuan mereka. Ini akan membantu anda memaksimalkan potensi. 
2. Daripada bicara, dengarkan mereka lebih sering. Sadari latar belakang emosional yang mereka lalui dan situasi sulit yang mungkin menyebabkan mereka merasa malu. 
3. Tanyakan apa yang paling bisa dan suka mereka kerjakan, yang tentunya masih dalam lingkup pekerjaan. Dengan begitu anda bisa mendorong mereka untuk berkontribusi di area yang sesuai dengan minat dan keahlian mereka, dan memastikan dia memang bisa melakukannya serta memberikan hasil terbaik. 

Beri pujian secara berkala atas kerja keras mereka tiap hari. Kebanyakan orang akan berkembang dalam lingkungan yang terus memberikan umpan balik positif pada mereka. Ini akan membantu mereka untuk tahu apa saja dari pekerjaan mereka yang dihargai, dan akan mendorong mereka untuk terus bekerja dengan keras dan baik serta merasa diberdayakan. 
Ciptakan lingkungan yang memuji sukses dan juga kegagalan. Anda juga perlu memuji pegawai yang berani mengambil risiko tetapi ternyata tidak mendapatkan hasil yang diinginkan. Tetapi, dari sana mereka mendapat pelajaran yang berharga untuk diri sendiri dan juga perusahaan. Mereka cukup berani untuk menjadi contoh dan panutan bagi diri sendiri serta orang lain. 
1. Jika memungkinkan, hindari memberikan kritikan sama sekali. Kritik memiliki efek yang berlawanan dengan pujian, yaitu mengecilkan hati orang lain dan sering kali membuat mematikan semangat mereka. Bersikaplah positif dan pengertian setiap saat, pikirkan sesuatu dari segi 


positifnya, dan bandingkan kesalahan yang mereka lakukan dengan kesalahan yang pernah atau mungkin sempat hendak anda lakukan. 

Jika memang terpaksa harus memberi kritik, pastikan kritik tersebut bersifat membangun. Selalu buka dengan pujian, dan kemudian berikan saran yang jelas yang mengarah pada perbaikan dan peningkatan. Kritikan yang sama sekali tidak menawarkan solusi adalah hal yang jahat dan tidak perlu dilakukan. 
2. Berikan kesempatan untuk pendidikan dan pelatihan lanjutan. Biarkan pegawai anda mengembangkan pengetahuan dan keahlian mereka sehingga mereka bisa berkontribusi lebih. Terkadang, terutama di tempat kerja, orang merasa tidak berdaya dan pekerjaannya tidak berarti. Ketika mereka mendapatkan lebih banyak pengetahuan dan keahlian, mereka akan merasa bahwa mereka adalah orang yang penting dan layak berada di perusahaan tersebut. 

Pastikan pegawai anda punya semua benda canggih yang mereka perlukan untuk bekerja secara efektif, dan pastikan mereka juga tahu bagaimana cara menggunakannya. Katakan juga “jika ada pertanyaan, jangan malu bertanya dan minta bantuan” secara sungguh-sungguh. 
Ajak pegawai anda untuk meluangkan waktu 10 menit tiap hari untuk mempelajari keahlian baru di iPhone, komputer, atau keahlian non-teknis lain yang bisa mereka pergunakan di kehidupan sehari-hari. 
Buat lingkungan pembelajaran. Tiap minggu, ajak team anda berkumpul untuk melihat berbagai situasi dan mendiskusikannya bersama dengan tujuan menentukan bagaimana mereka akan menangani tiap masalah secara berbeda ke depannya dan mendapat hasil yang berbeda. Karena, berapa pun usianya, hidup kita selalu penuh dengan mempelajari hal baru, dan salah satu yang dipelajari adalah hal yang kita lakukan di masa lalu. 
Buat lingkungan yang membuat kesalahan bisa diterima dengan baik. Memberdayakan pegawai Anda terkadang berarti memberi mereka kesempatan 
untuk mencoba hal yang mereka belum pernah coba dan menerima hasil yang tidak pasti. Pegawai yang takut mencoba hal baru karena takut akan dampak buruk atau kritikan tidak akan bisa berkembang dari peran yang saat itu mereka pegang, dan itu akan membuat mereka merasa tidak diberdayakan. Dengan membuat batasan yang masuk akal, misalnya diskriminasi atau tindakan yang tidak terpuji, usahakan untuk menumbuhkan lingkungan yang mau mengambil risiko yang sehat. Ketika pegawai Anda melakukan kesalahan, semangati mereka untuk belajar dari kesalahan tersebut dan terus maju. 

Memberdayakan Budaya 
SDM yang unggul harus dapat dipertahankan secara berkelanjutan, untuk itu diperlukan suatu kebiajakan dalam pemberdayaan budaya sebagai aktualisasi kemampuan mengembangkan setiap individu secara mandiri artinya dengan budaya perusahaan yang melahirkan kebersamaan pola pikir mendorong kebiasaan SDM yang ungul memiliki komitmen dalam menjalankan peran yang ditugaskan kepadanya. 

Jadi pemberdayaan haruslah dipandang sebagai suatu cara yang amat praktis dan produktif untuk mendapatkan yang terbaik dari SDM itu sendiri dan pengikut yang selalu siap dan komitmen atas keinginannya sendiri, sehingga ia tidak merasa diikat oleh organisasi birokratis. 

Untuk menghadapi gelombang perubahan dari masyarakat informasi ke masyarakat pengetahuan dalam rangka meningkatkan usaha-usaha untuk memaksimumkan peluang yang terbuka dalam bisnis diperlukan suatu pemikiran untuk mempertahankan SDM yang unggul yang memliki komitmen diri kedalam organisasi sehingga tidak diperlukan untuk membuang energi dalam memecahkan pentingnya mempertahankan SDM karena tidak ada organisasi yang tidak menghadapi masalah seperti turnover, pergantian, merekrut, mengembangkan karyawan yang berdampak kepada sumber daya, oleh karena itu diperlukan pemikiran yang bersifat proaktif dalam kebijakan. 

Dengan menolak cara pikir yang bersifat reaktif, maka CEO dengan kepemimpinan kolaboratif akan berusaha melaksanakan kebijakan yang brsifat proaktif artinya memikirkan segala sesuatu sebelum terjadi masalah dan oleh karena itu, lepaskan pikiran anda yang mendorong sikap dan perilaku yang terkait dengan suatu pernyataan seperti : 

1) Saya berbuat begini semata-mata tidak dapat mempertahan sumber daya manusia yang tidak mampu menyesuaikan diri dengan perubahan yang dituntut sebagaian dalam bisnis ; 
2) Saya tidak dapat memberi yang lebih dari sudah yang diberikan, untuk apa mereka menuntut yang lain lagi ; 
3) Saya tidak punya waktu untuk memikirkan karyawan yang tidak memiliki kreatifitas untuk mendikung inovasi. 

Dengan ungkapan itu, kita dapat membayangkan betapa sulitnya anda dalam bersikap dan berperilaku untuk memberikan keteladanan kepemimpinan yang sangat mendorong pola pikir yang bersifat reaktif dengan berdampak perusahaan akan sulit mempertahankan karyawan seumur hidup. 

Sebaliknya kepemimpinan kolaboratif akan selalu mendorong pola pikir untuk menghindari masalah, sehingga mencari dan mempertahankan SDM yang unggul sebagai suatu tantangan bahwa kehilangan karyawan menyebabkan efek domino harus dapat dihindari dengan melaksanakan pemberdayaan budaya kedalam kebiasaan yang produktif melalui apa yang kita sebut dengan 7M (Memahami, Mempercayai, Mendengarkan, Mendorong, Menghormati, Mengakui, Menghargai) 

Pemberdayaan 7 M dalam kepemimpinan kolaboratif akan memberikan suatu situasi yang dapat menyejukkan hati karyawan yang selalu dapat memberikan inspirasi dalam lingkungan kerja yang kondusif. Untuk itu pemberdayaan 7 M merupakan solusi dalam usaha mempertahankan SDM yang unggul.

Postingan terkait: